“Hidup Susah” atau “Negara Ogah”?

Malam senin, 24 September 2007, di perempatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, pukul 21.30. Si bayi digendong oleh entah benar itu kakaknya atau orang lain. Sambil minum entah susu atau sekedar air putih di dalam botol. Menghirup udara dingin malam bercampur asap knalpot metromini, angkot, motor dan mobil pribadi. Si bayi kira-kira kurang dari 1 tahun. Dengan wajah tanpa ekspresi, si bayi yang digendong menjadi bagian dari banyak anak-anak yang ada di jalanan malam itu. Untuk mengamen atau mengemis.

Ada apa gerangan? sebegitu sulitkah hidup ini sehingga si orang tua tega melepas anaknya yang bayi itu malam hari di tengah udah dingin dan berpolusi? Di mana tanggung jawab si orang tua terhadap hak anak?

Di mana pula tanggung jawab negara terhadap warganya? Bukankah hakekat didirikannya negara ini adalah untuk mensejahterakan masyarakat? Jika negara sudah ogah, bubarkan saja negara ini, dan biar jelas sekalian semua warga mengurus diri mereka sendiri dengan prinsip pasar bebas yang diagung-agungkan itu!

4 thoughts on ““Hidup Susah” atau “Negara Ogah”?

  1. Sesekali mungkin kita perlu mengumpat..biar ga jadi jerawat…
    Btw, Tulis dunk soal razia PSK…
    Apa PSK termasuk Kriminal???
    Napa Cuma hote melati yg tarifnya 50.000 yg dirazia???
    jangan2 pak POlisi yg kriminal???dan juga wartawan…
    aku punya banyak cerita soal ini….

  2. Jadi menurut saudara, apakah kita harus memperkuat negara dengan membiarkan negara memiliki satu bidang dan akhirnya bidang lain menjadi bagian pihak swasta (contoh : amerika dengan memperkuat bidang pertahanan dan keamanan sedangkan bidang lainnya sos,bud, eko,dsb). atau memperbanyak bidang yang dikuasai negara tapi lemah (negara tidak mampu mengontrolnya, red) (contoh : Indonesia dimana hampir semua bidang dikuasai negara tapi negara tidak mampu mengontrolnya), atau bidang yang dikuasai negara sedikit tapi lemah (negara tidak mampu mengontrolnya, red) (seperti negara-negara diafrika) atau memperbanyak bidang yang dikuasai negara sekaligus memperkuat bidang tersebut. (contoh : negara-negara skandanavia – welfare state)

  3. Saya memahami logika anda, yang tentu saja mengacu pada tesis yang dikembangkan oleh Fancis Fukuyama (2006), dalam State Building”. Namun kalau anda baca lebih teliti buku tersebut, Fukuyama sebenarnya agak tidak jelas dalam menentukan sikapnya. Dan saya sendiri menilai beliau ini adalah teoritisi liberal. Jika fukuyama cenderung mengatakan kelompok2 negara yang berada di Quadran I (state function minimal namun state capacity kuat) adalah yang paling baik. Saya sendiri juga sependapat. Namun tidak juga salah jika sebuah negara berada di quadran yang ke II (state function banyak namun state capacity juga kuat), seperti yang dipraktekkan oleh negara2 Skandinavia.

    Namun hal yang mendapat sorotan saya dalam, “curhat” Hidup Susah atau Negar Ogah tersebut hanyalah meminta pertangggung jawaban negara dalam Human Development. Bahwa kemiskinan bukan hanya dipandang karena si miskin tidak memiliki kemauan untuk maju atau malas. Negara yang tidak bertanggung jawab dalam melakukan pembangunan atau investasi sosial, minimal dalam pangan, kesehatan, dan pendidikan, akan menjadi faktor struktural bagi kemiskinan yang berlarut-larut.

    Saya kira Stiglitz, seorang ekonom besar abad ini, dapat kita rujuk. Bagaimana ia mengatakan, pola pembangunan dengan prinsip pasar radikal (neoliberalisme) yang mulai dipaksakan di dunia semenjak 1980-an telah memaksa negara menyerahkan kekuasaanny dalam bidang pembangunan sosial kepada mekanisme pasar. bagaimana mungkin pasar bisa memberikan pelayanan kesehatan atau pendidikan secara cuma-cuma. Prinsip mereka adalah bagaimana mendapatkan keuntungan. Dengan kata lain, hal yang seharusnya dipandang sebagai hak warga/masyarakat justru dijadikan komuditas (komodifikasi). Stiglitz dalam konteks ini mengatakan negara harus mengambil peran. Bukankah itu tanggung jawab negara? kalau kita mau melihat kembali kepada konstitusi.

    Jika saya kembali ke Fukuyama, bukankah dalam bagian Pendahuluan bukunya yang berjudul State Bulding tersebut, secara eksplisit ia mengatakan, bahwa munculnya sejumlah persoalan serius di dunia saat ini, seperti AIDS, Kemiskinan, terorisme, dll adalah karena negara lemah.

    Terima kasih atas responnya, salam.

  4. sebenarnya saya setuju dengan pendapat anda, yang sangat sesuai dengan pendapat prof mustofa seorang kriminolog yang berasal dari Indonesia, yang menyatakan bahwa dalam kondisi dimana negara tidak melakukan tanggung jawabnya atau dalam kata lain tidak mensejahterakan rakyatnya. maka dalam kondisi tersebut dapat dkatakan negara telah melakukan kejahatan terhadap warga negaranya. ingat, bentuk kejahatan bukan hanya tindakan aktif namun pembiaran (ommision) pun dalam konteks tertentu termasuk sebagai kejahatan. bukan begitu?

Leave a reply to mangkuprit Cancel reply