Pro Kontra Hukuman Mati (1)

Filosofi penghukuman di Indonesia adalah Reintegrasi Sosial. Kejahatan pada hakekatnya adalah konflik yang terjadi antara pelaku kejahatan dengan masyarakatnya, sehingga bentuk hukuman yang tepat untuk setiap kejahatan adalah reintegrasi. Di dalam perkembangan penologi (ilmu penghukuman) dikenal setidaknya lima mazhab atau filosofi penghukuman. Pertama, retributif; mashab yang menekankan penghukuman adalah sebuah pembalasan dendam yang setimpal dengan atas kejahatan. Kedua, deterrence (penjeraan); penghukuman adalah untuk membuat jera pelaku kejahatan dan anggota masyarakat yang berpotensi melakukan kejahatan.

Ketiga, rehabilitasi; kejahatan pada hakekatnya adalah sakit yang diderita seseorang secara fisik, psikis, maupun sosial. Penghukuman ditujukan untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Keempat, resosialisasi; kejahatan adalah ketidaktahuan terhadap nilai dan norma. Penghukuman ditujukan untuk menanamkan kembali nilai dan norma agar pelaku kejahatan kembali konformis. Kelima, reintegrasi sosial.

Hukuman mati adalah bentuk hukuman dengan mashab retributif dan deterrence (penjeraan). Kedua mashab ini di dalam mencapai tujuannya lebih mengedepankan bentuk-bentuk hukuman yang keras, pedih, dan (sebagian literatur menyebutnya) tidak manusiawi. Kedua mashab yang dianggap mashab klasik ini dipraktekkan secara luas di abad pertengahan eropa, dalam bentuk pancung, mutilasi, gantung, cambuk, dan lainnya.

Pertanyaannya kemudian adalah seberapa efektif bentuk-bentuk hukuman yang (dianggap) tidak manusiawi tersebut. Sebuah catatan kecil memberikan ilustrasi menarik. Pada saat seorang pencuri akan di gantung di sebuah lapangan di sebuah kota Eropa abad pertengahan, banyak penduduk kota berkumpul. Pelaksanaan hukuman yang terbuka ini dianggap lebih memberikan dampak penjeraan yang luas. Namun ironisnya, kerumunan ini justru menjadi ajang bagi pencopet untuk melancarkan aksinya. Dengan kata lain, pelaksanaan hukuman tersebut justru tidak memberikan rasa takut sedikitpun.

Penelitian dalam penologi selama ini memang belum memperlihatkan efektifitas hukuman mati. Jikapun ada dampaknya hanya jangka pendek, sekitar 1-2 bulan setelah hukuman itu dipraktekkan pertama kalinya. Penelitian justru memperlihatkan bahwa efektivitas hukuman tidak bergantung pada berat ringannya hukuman. Namun lebih kepada kepastian sistem untuk menjatuhkan hukuman setiap terjadi pelanggaran, meskipun hukumannya ringan.

Di sebuah negara, meludah atau membuang sampah sembarangan saja pasti akan dihukum. Dengan kata lain sistemnya bekerja dengan baik. Permasalahannya sekarang, sistem hukum di Indonesia jauh dari bekerja dengan baik dan cenderung korup. Di kasus tertentu mencuri ayam dihukum 6 bulan, sementara korupsi uang negara puluhan juta juga dihukum 6 bulan. Sangat ironis, ketika kita bertanya “di mana keadilan”? Bahkan sampai kini masih banyak koruptor (terutama pelaku pencurian uang BLBI) yang melanggang bebas dan hidup “terhormat”, bahkan diberikan karpet merah ketika ke istana.

11 thoughts on “Pro Kontra Hukuman Mati (1)

  1. apa mashab rehabilitasi sudah gagal dalam melaksanakan tugasnya. karena selain terlalu menitikberatkan pada sisi pelaku dan tidak memperlihatkan kepentingan si korban (masa pelaku pembunuhan hanya dihukum selama maksimal 15 tahun (tidak berencana) pasal 338 KUHP). bagaimana kalau yang dibunuh adalah kepala keluarga yang bertanggungjawab menghidupi istri dan anaknya. mengapa kita tidak menggunakan prinsip kriminologi syariah yang dalam aturan hukumnya terdapat hukum qisos termasuk hukuman mati. demi menegakkan kepentingan umum dan kepentingan korban serta memperkuat faktor deterrencenya (sudah cukup kita terbuai dengan cerita kuno tentang ketika diadakan hukuman potong tangan di muka umum bagi pencuri, namun yang menonton banyak yang kecurian. )

  2. Saya kira untuk konteks Indonesia mashab rehabilitasi hanya relevan untuk sejumlah kasus kejahatan saja. Seperti penggunaan narkotika, atau meskipun belum pernah dipraktekkan mungkin terhadap para penganut apa yang oleh masyarakat disebut sebagai “aliran sesat”. Dalam konteks hukuman mati, hal yang perlu diperhatikan adalah kehati-hatian dalam penjatuhannya. Hakim harus benar2 yakin bahwa kejahatan yang dilakukan terbukti secara hukum dan pantas dijatuhkan hukuman mati. Jenis hukuman yang satu ini tidak bisa di”undo” atau dipulihkan. Karena si terpidana telah mati.

    Dalam konteks kejahatan tertentu, saya sendiri berpendapat hukuman mati pantas untuk dijatuhkan. Seperti terhadap pelaku pengedar narkotika. Meskipun tentang yang terakhir ini saya sangat mempertanyakan “hati nurani” hakim sebuah pengadilan yang hanya menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap seorang pengedar narkotika seberat hampir 1 ton. Hukuman mati juga proporsional terhadap kejahatan-kejahatan oxtraordinary, seperti korupsi yang mengakibatkan kerugian negara dalam jumlah masif.

    Tentang hukum qisos, saya berpendapat senada dengan apa yang saya utarakan sebelumnya. Untuk kejahatan-kejahatan yang oxtraordinary pantas diberikan. Namun dalam konteks tertentu, seperti dalam bentuk hukuman dan pelaksanaannya, saya berpendapat model penghukuman ini terlalu kuno dan cenderung tidak manusiawi. Saya sendiri beragama Islam. Namun saya tidak meliahat relevan dan manusiawinya pelaku zina harus dirajam sampai mati.

    Terima kasih atas respon yang diberikan. Salam

  3. mungkin,,, coba kita berandai-andai sejenak. jikalau yang melakukan perbuatan zina tersebut misalnya adalah istri anda, mungkin pendapat anda akan berubah 180 derajat. sekali lagi, mungkin…

  4. menurut pendapat saya hukuman mati sangat pantas jika diberlakukan kepada seseorang dilihat pada tingkat kejahatannya.apabila hal itu kita lihat dari segi pandang hukum yang berlaku. namun apabila kita melihat dari sudut pandang hati nurani sebuah hukuman mati terlalu kejam untuk diberlakukan melihat setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua untuk dapat merubah diinya dari segi perilaku dan perbuatannya.trimakasi

  5. Menurut saya mengenai hukuman seumur hidup pantas di Indonesia diberlakukan untuk membuat jera para terdakwa/tersangka untuk melakukan tindakan kriminal dalam kasus pidana umum contahnya pada kasus pembunuhan, berencana mutilasi, narkoba dan sebagainya. Pada dasarnya mengenai hukuman mati bertentangan dengan HAM sebenarnya tidak ada hubungannya karena kalo pelaku kriminal tidak melakukan pidana maka tidak akan terjadi hukuman mati.
    Terima kasih….

  6. segala kesalahan tidak akan luput dari yang namanya sanksi. bagi siapapun yang telah melakukan tindak pibdana, yang mana nyawa harus diganti dengan nyawa atau siapapun yang membunuh, maka harus dibunuh pula. akan tetapi perlu kita ingat, bahwa memaafkan jauh lebih mulia dari pada meminta maaf atau perbuatan lainnya. mengenai hukuman mati, saya setuju dan jangan sampai di hapuskan. karena dapat kita lihat dari realitanya. bahwa sudah adanya sanksi tersebut saja masih banyak yang anarkis, apalagi hukuman mati di hapuskan, itu malah akan bertambah merebaknya kejahan-kejahatan tersebut.

  7. Saya paling tidak setuju dengan namanya hukuman mati sebab tidak ada hak manusia untuk mengakhiri hak hidup manusia yang lain, itu urusan penciptanya. Walaupun ada orang melakukan pembunuhan, jangan jatuhkan hukuman mati, cukup hukuman seumur hidup. Hukuman mati sudah wajar untuk dihapuskan dari hukum pemidanaan di Indonesia. Jangan kita teriak akan HAM sementara disisi lain kita sangat tidak perduli untuk itu.

  8. saya setuju dengan hukuman mati, namun harus diberikan kpd terpidana tindak kejahatan yg benar2 berat. Memang hukuman seumur hidup lebih manusiawi, tapi masalah biaya juga perlu dipertimbangkan. hukuman seumur hidup bukannya memberikan manfaat bagi negara, tapi malah merugikan negara

  9. maaf, saya cuma mau tanya aja
    saya dapat PR dari guru tentang “pencuri ayam 1 dihukum mati, bagaimna / apa nalarnya?”
    kalau gitu kira2 jawabannya apa ya?
    saya masih duduk di bangku MTs kls 1 šŸ™‚

    1. Salam,
      Mohon maaf sekali baru saya respon. Jelas tidak logis kalau mencuri 1 ayam harus dihukum mati. Dalam berbagai penelitian, hukuman mati belum ada hubungannya secara signifikan dengan efek jera. Kalaupun terjadi penurunan angka kejahatan, itu hanya bersifat sementara. Lagi pula, hukuman mati itu bertentangan dengan perlindungan terhadap hak untuk hidup. Sukses selalu ya

Leave a reply to some one Cancel reply